Orang-orang mengatakan bahwa Cinta adalah yang terbaik yang bisa kita temukan.
Maka, setiap orang mulai membatasi, siapa saja yang akan dicintainya.
Dia harus cantik, dia harus tinggi, dia harus perhatian, dia harus berjuang, dia tidak boleh posesif, tidak boleh cuek, dan batas-batas lainnya.
Beberapa orang, membatasi demi ego juga nafsu.
Aku ingin punya yang seperti ini, aku ingin punya yang seperti itu.
Beberapa yang lain membatasi demi harga diri.
Aku tampan, maka cintaku harus cantik. Aku pintar, maka cintaku harus sama.
Ada pula yang membatasi karena penyesalan.
Aku tidak ingin yang ini karena dia akan ini, aku tidak ingin yang itu karena dia karena seperti itu.
Itu yang semua orang lakukan.
Semua orang, tak terkecuali aku.
Kita melupakan konsep cinta itu sendiri.
Cinta, adalah rumah. Rumah yang nyaman.
Semua orang ingin punya rumah yang besar. Kita ingin rumah dengan perabotan mahal.
Tapi akankah itu nyaman?
Kita diharuskan bersih-bersih lebih banyak, berjalan lebih jauh, bahkan diharuskan melakukan perawatan lebih mahal,
Iya, kita salah. Kita bukan butuh rumah termegah.
Yang kita butuhkan adalah rumah yang nyaman. Meski itu bukan yang paling baik, tapi itu terbaik bagi kita.
Kita tidak harus punya rumah mewah, meski kita kaya.
Kita juga tidak harus punya rumah di atas air hanya karena kita ingin, atau suka dengan air.
Kita hanya butuh rumah yang nyaman.
Aku selalu berpikir, Aku tampan, maka aku harus mencintai wanita cantik. Aku cerdas, maka cintaku haruslah cerdas. Aku memiliki kehidupan, maka wanitaku haruslah membebaskanku. Aku menyenangkan, maka aku harus menemukan wanita yang memahami candaanku.
Apakah orang seperti itu ada?
Tentu, karena semua batasan itu ada, karena aku pernah menemukannya.
Aku tidak ingin aku mencintai orang yang lebih tidak nyaman dari kenyamanan yang telah aku terima.
Maka, segala kecocokan itu menjadi batasan baruku.
Kini, aku telah menemukan kecocokan itu.
Atau lebih tepatnya, aku menemukan kembali kenyamanan yang pas itu.
Aku menemukan rumahku.
Tempatku untuk pulang.
Tempat yang selalu aku tuju setiap kali aku lelah dalm pencarianku.
Rumahku.
Tapi rumah, adalah rumah jika ia memang milikku.
Aku tidak akan pernah bisa memaksa, rumah nyaman milik orang lain untuk menjadi milikku.
Begitu pula dalam kasus ini.
Aku tidak mungkin memaksamu menjadi rumahku.
Aku hanya bisa mengatakan, kamu adalah rumah yang nyaman untukku. Yang selalu bisa menerimaku disaat terburukku, juga menyembuhkanku disaat terlelahku.
Aku disini, masih sama seperti yang dulu.
Membuktikan satu janji yang sama
Menanyakan satu pertanyaan yang sama.
Bolehkah aku pulang?